Thursday, September 29, 2011

Ternyata Saya Hanya Ge Er - Inspirasi

View Article

Pagi ini saya mengantar istri ke rumah sakit untuk dirawat. Dokter pun bertanya, “Biasanya ibu minum obat apa? Berapa kali minum obat ini?” Beberapa pertanyaan lain diajukan sang dokter. Dan, ternyata, saya tidak bisa menjawabnya. Saya tertegun sejenak. Usai urusan dengan dokter itu saya keluar ruangan. Saya menangis…

Pagi ini saya menyadari, saya bukanlah suami yang baik. Banyak hal yang saya tidak tahu tentang istri saya. Ternyata selama ini saya hanya ge-er bahwa saya sangatlah perhatian pada istri. Faktanya? Itu hanya perasaan saya dan tidak sesuai dengan kenyataan. Maafkan aku wahai istriku…

Akhirnya, ingatan saya menerawang ke masa lalu. Banyak hal yang saya tidak tahu tentang anak-anak saya di masa lalu. Ketika saya ditanya, “Anaknya kelas 4A atau 4B? Lagu yang paling disukai apa? Sudah Iqro berapa? Sudah hafal berapa surat? Berat badan dan tingginya berapa? Nama teman-teman akrabnya siapa? Di Facebook sering ngomong apa?”

Hampir semua pertanyaan itu saya tidak bisa menjawab. Saya tidak tahu mendalam siapa anak saya. Padahal hampir setiap hari bersama mereka. Dalam urusan inipun ternyata saya hanya ge-er bahwa saya orang tua yang baik. Faktanya? Saya masih harus terus belajar dan memahami secara mendalam siapa anak saya. Saya harus terus berlatih untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak saya. I love you, anak-anakku…

Begitupun bila diajukan pertanyaan, “Apakah orang tuamu benar-benar sehat? Apa keinginan orang tuamu yang belum terwujud? Apa harapan orang tuamu kepadamu? Siapa teman-teman baik orang tuamu? Apa makanan yang paling disukai orang tuamu? Bagaimana kondisi keuangan sesungguhnya orang tuamu? Apa yang membuatnya bersedih? Apa yang membuatnya bahagia?”

Oh my God! Banyak pertanyaan yang tak bisa saya jawab. Padahal selama ini saya merasa sudah menjadi anak yang baik. Ternyata saya hanya ge-er dan merasa menjadi anak yang baik. Faktanya? Saya masih harus terus berjuang untuk bisa menjadi anak yang benar-benar mengerti orang tua saya.  Bapak dan Ibu, saya akan berupaya sekuat tenaga untuk membuatmu bangga kepada anakmu…

Dalam menjalani kehidupan selama ini ternyata saya banyak ge-ernya Bagaimana dengan Anda?

Wednesday, September 28, 2011

Driver Taxi itu Trainer Ku - Kisah Nyata

View Article

Waktu itu saya sengaja “mengistirahatkan” driver yang selama ini setia menemani saya. Setelah jadwal kerja yang begitu padat saya khawatir ia jatuh sakit. Untuk memulihkan stamina, ia saya bebaskan mengantar saya. Hari itu, saya menggunakan jasa taxi, Blue Bird.

Begitu saya naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut dan bahasa tubuh yang mengesankan. Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin “jatuh cinta” dengan driver itu. Dalam hati saya bergumam, “Pasti ada sesuatu di dalam diri driver ini sehingga pribadinya begitu mempesona.  Saya ingin banyak belajar dengan driver ini.”
Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk ngobrol, driver ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya di Bogor. Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya “paksa” akhirnya ia bersedia menemani saya. Ketika saya tanya mau pesan apa, dia menjawab, “Terserah bapak.” Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu mangkok.

Sebelum makan saya bertanya, “Tinggal dimana?” Dia menjawab, “Balaraja Tangerang.” “Berapa jam perjalanan ke pool?” sambung saya. Diapun menjawab, “Empat jam.” Saya terkejut, “Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di pool?” Dia segera menjawab, “Saya harus menjaga ibu saya.”
“Menjaga ibu?” batinku. Bagaimana mungkin menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari? Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian saya bertanya lagi, “Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum bangun?”

Dengan agak terbata dia menjawab, “Setiap saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan ibu.”  Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan jam setiap hari. Sayapun ke belakang sejenak menghapus air mata yang mengalir di pipi.
Kemudian saya bertanya lagi, “Apa yang kamu lakukan untuk membahagiakan ibu?” Dengan lembut ia menjawab, “Saya sudah daftarkan umroh di kantor.”

“Maksudnya?” seru saya. Ia menjawab, “Kalau saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat hadiah umroh dari kantor.  Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan kepada ibu tercinta.”
Mendengar jawaban itu saya menarik napas panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan, “Setiap hari saya pulang agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya benar-benar ingin membahagiakan ibu saya.” Mendengar jawaban itu, haru dan malu bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras di pipiku. Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah jauh dengan driver taxi ini.

Bila selama ini anak buah saya belajar dari saya. Hari itu Asep Setiawan, driver taxi itu, yang membuatku menangis tersedu. Dia telah menjadi trainer dalam kehidupanku. Ya, Asep Setiawan telah menjadi trainerku… bukan melalui kata-katanya tetapi melalui tindakannya.

Mengapa Doa Tak Terkabulkan? - Inspirasi

View Article

Ada yang curhat kepada saya, “Pak kok doa saya gak pernah dikabulkan, ya? Akhirnya sekarang saya malas untuk berdoa. Bagaimana seharusnya, pak?” Menjawab pertanyaan tersebut saya tak berteori, saya akan menjelaskan melalui perumpamaan saja.

Bila suatu saat seorang pengamen bergitar mendatangi Anda. Ia lusuh, badannya penuh tato, bau badannya juga begitu menyengat. Saat ia bernyanyi suaranya fals dan Anda tak menyukai lagunya. Sudah begitu, main gitarnya juga gak jelas. Dalam kondisi seperti ini, apa yang akan Anda lakukan?
Anda akan segera memberi pengamen itu uang recehan. Dugaan saya tak akan lebih dari lima ribu rupiah, atau mungkin cukup seribu rupiah saja. Anda memberi bukan karena senang, tetapi supaya pengamen itu menghentikan nyanyiannya dan segera pergi menjauh dari Anda. Betul?

Nah, sekarang kondisinya berbeda. Ada didatangi seorang pengamen dengan wajah bersih dan pakaian rapi. Ia memakai parfum yang aromanya enak. Ketika bernyanyi suaranya merdu, lagu yang dinyanyikannya juga lagu favorit Anda. Musiknya? Alamak bagus kali petikan gitarnya! Kira-kira dalam situasi seperti ini apa yang akan Anda lakukan?
Jika keadaanya seperti itu, apa yang akan Anda lakukan mungkin sama dengan yang saya lakukan. Saya akan meminta dia untuk tidak segera pergi dan menyuruhnya bernyanyi lagi. Bukan hanya satu lagu, tetapi beberapa lagu sampai saya puas dan terhibur. Kira-kira berapa uang yang akan Anda berikan kepada pengamen itu? Saya yakin bukan uang recehan. Saya pernah memberi Rp 200 ribu untuk beberapa lagu.

Begitupula Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia belum mengabulkan doa Anda, boleh jadi karena Dia merindukan suara Anda. Dia merindukan kata-kata yang terucap dari mulut Anda. Dia merindukan tangisan Anda. Dia merindukan rintihan Anda. Dia merindukan permohonan Anda. Oleh karena itu, jangan berhenti, teruslah berdoa. Persembahkan “nyanyian” terbaik bagi Dia, Yang Maha Mendengar.

Percayalah, bila Anda sabar dan terus berdoa, Dia Yang Maha Kaya akan memberikan sesuatu yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang diberikan kepada orang lain. Ayo, teruslah berdoa…

Anak PKI itu Gagal Menjadi Bupati - Kisah Nyata

View Article
Malam itu, kalau tidak salah tanggal 21 November 1965, ada empat orang petugas kecamatan, di antaranya berpakaian aparat keamanan (militer), datang ke rumah dan langsung menyeret ayah saya seperti kambing mau disembelih. Saya yang ketika itu baru duduk di klas IV Sekolah Dasar hanya dapat menyaksikan dari balik pintu. Saya mendengar suara buk....buk....buk...... Rupanya ayah saya dihujani pukulan dan tendangan setelah sebelumnya diborgol sambil terus diseret entah di bawa ke mana, hilang dalam kegelapan malam...

Karnawi Ikhsan mengisahkan kembali kejadian 42 tahun lalu yang dialaminya itu sambil berurai airmata. Ketika itu dia hanya tahu, Said, ayahnya itu, adalah seorang petani utun yang buta huruf. Tetapi bagaimana bisa dituduh sebagai orang PKI? Dituduh sebagai aktivis BTI? Bukankah untuk berorganisasi harus bisa baca tulis? Sedangkan dia hanya bisa mengaji, sholat dan mencangkul di sawah?

Ketika saya mencoba melihat kejadian malam itu, saya dibentak-bentak oleh mereka yang membawa ayah saya agar masuk ke kamar, tidak boleh melihat dan tidak boleh tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. sambung Ikhsan sambil terus bertanya-tanya, kenapa ayahnya malam itu diperlakukan seperti maling.

Tanda tanya di hati Ikhsan yang lahir di desa Kalijoyo Kecamatan Kajen pada 10 Oktober 1955 itu ternyata tinggal tanda tanya. Tak ada yang bisa menjawab. Bahkan akhirnya dirinya sendiri juga mendapat stempel sebagai anak pki. Itu diketahuinya ketika sang ayah sudah berada dalam tempat penahanan sementara di sebuah gedung dekat kantor Kawedanan Kajen, tak jauh dari bangunan serba hitam yang dikenal sebagai gudang garam. Untuk menuju ke sekolah dari rumahnya, setiap hari dia harus melewati tempat di mana ayahnya ditahan, berjalan lambat sambil matanya mencari kalau-kalau bisa melihat ayah yang dicintainya.

Ketika itulah, kebiasaan saya dianggap aneh dan oleh teman-teman sekolah saya dikatakan saya ini anak pki. Sejak itu mereka ramai-ramai menuding saya anak pki ... anak pki ...tutur Ikhsan kembali.

Empat bulan setelah kejadian itu, Ikhsan mendapat kabar bahwa ayahnya sudah berada di rumah sakit Kraton kota Pekalongan. Dan dia mencoba mencarinya ke sana. Bertemu. Dia bingung dan harus mengusap matanya beberapa kali. Itukah ayahnya? Sebab Ikhsan tidak melihat sosok manusia hidup di depannya. Hanya tulang berbalut kulit seperti jerangkong, mukanya persis tengkorak, matanya cekung ke dalam. Dia hanya tahu kalau sososk di depannya masih hidup ketika jerangkong itu mencoba memeluknya.
Ya, ini ayahmu, Nak. Ini ayahmu, Said...kata si jerangkong sambil menangis.

Ikhsan tercenung. Segera saja pikirannya berkata, kalau keadaan ayahnya seperti itu, beberapa hari lagi pastilah akan mati. Karena itu dia yakin, itulah pertemuannya yang pertama dan terakhir dengan ayahnya dalam status sebagai tahanan. Rupanya si ayah dibawa ke rumah sakit dari Penjara Cikalsari, penjara besar di Pekalongan yang ketika itu menampung ribuan orang tahanan politik. Penjara itu dikenal sebagai penjara maut di mana orang datang dalam keadaan hidup dan keluar sudah tak bernyawa lagi.

Dan itu pulalah yang dirasakan Ikhsan, bocah kecil klas 4 SD ketika berhadapan dengan si jerangkong yang dicintainya. Rupanya setelah diseret dari rumahnya seperti kambing itu, kemudian Said dibawa ke tempat penahanan sementara di Kajen dan sebulan kemudian dibawa dan dijebloskan ke Penjara Loji Pekalongan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke penjara maut Cikalsari itu. Ayahnya menjadi jerangkong karena hampir-hampir tidak pernah diberi makanan. Pernah empat hari total hanya minum air saja. Dalam kondisi rentan itu Said masih dipukuli dengan kursi, popor senjata dan juga oleh teman-temannya sesama tahanan yang dipaksa untuk memukulinya.

Prinsipnya, ayah saya harus mengakui sebagai anggota PKI. Dia disuruh membaca berita acara dan menandatanganinya. Bagaimana mungkin orang buta huruf bisa melakukan hal itu?

Sekitar setahun kemudian, Said dibebaskan. Dia pulang sendirian dari Pekalongan sampai di rumahnya di Kalijoyo Kajen. Dia sempat memesankan kepada Ikhsan bahwa dirinya tetap tak bersalah, tak terlibat pemberontakan apa pun. Dulu, sebagai petani utun, Said memang suka membantu siapa pun yang minta bantuan, berupa uang sekadarnya. Termasuk membantu mereka yang kemudian dituduh terlibat gestapu. Dari jalur inilah Said diringkus dan distempel terlibat gestapu. Stempel itu tetap melekat meskipun Said sudah bebas dari penahanan dan hidup di zaman reformasi. Bahkan sampai dia meninggal dunia pada bulan Ramadhan 2007 yang lalu.

Menang tapi Kalah

Bagaimana nasib Ikhsan? Dia dapat meneruskan sekolahnya hingga lulus SD dan masuk di sebuah SMP di Kajen. Tentu, tetap dengan menyandang stempel anak pki, Setiap hari dicaci dan dimaki mulai oleh teman-teman sendiri hingga para gurunya. Yang selalu didengar Ikhsan adalah bahwa keluarga pki harus dihabisi sampai ke akar-akarnya. Toh Ikhsan akhirnya bisa lulus SMP dan melanjutkan pendidikan di sebuah STM di Tegal. Untuk menyambung biaya hidup sehari-hari dia berjualan koran di terminal bis Tegal sampai tamat pendidikannya. Bahkan dia kemudian bisa kuliah di Tegal dan mendapat gelar sebagai sarjana ilmu pemerintahan.

Dia bekerja di Kantor Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Pekalongan. Meskipun sudah bertitel sarjana, namun kedudukannya tetap saja tidak berubah. Tidak pernah naik pangkat dan tetap terkucil. Ini terasa sekali ketika Ikhsan maju menjadi calon bupati Pekalongan dalam pilkada dan berhasil meraih suara terbanyak. Dia harus mundur karena kemudian muncul stempel dirinya tidak bersih lingkungan sebagai anak pki di mana ayahnya pernah menjadi tapol. Dan calon bupati itupun gagal menduduki kursi sebagai bupati Pekalongan.
Saya ingin bicara pada dunia mengenai nasib anak bangsa ini...


Sumber: http://groups.yahoo.com/group/nasional-list/

Tuesday, September 27, 2011

Babi dan Buaya - Humor

View Article

Ketika saya pulang dari Makasar usai memberikan training di sana, tiba-tiba anak saya memberikan tebakan kepada saya. “Pak, di tengah hutan ada sungai…Nah, sungainya itu banyak buayanya, terus di pinggir sungai banyak babi.  Bagaimana caranya babi nyeberang sungai?” tanya anak saya.

Langsung saya jawab, “Lewat jembatan!” Dengan tangkas anak saya menjawab, “Salah, di tengah hutan gak ada jembatan.” Saya jawab lagi, “Babinya mencari tempat yang tidak ada buayanya.” Sambil tersenyum anak saya menjawab, “Buayanya ngikutin babi, pak.”

“Ya sudah deh, bapak nyerah, bapak gak tahu jawabannya,” kata saya. Kemudian anak saya berkata lagi, “Bener ya, bapak nyerah. Bapak gak tahu bagaimana caranya babi nyeberang sungai? Ya nyeberang saja, pak!” Langsung saya komentari, “Lho,  kan ada buaya, nanti babinya dimakan buaya, lho!”  Anak saya langsung menjawab, “Kan buayanya agamanya Islam pak… Babi kan harammmm….”

Anak sayapun berlari meninggalkan saya sebagai tanda ia minta dikejar…

Ingin Sukses - Sukseskan Orang Lain - Inspirasi

View Article

Banyak orang ingin sukses tetapi cara memperolehnya tidak mencerminkan orang yang ingin sukses. Apa cirinya? Orang ini sibuk dengan dirinya sendiri. Dia fokus pada dirinya, dia tidak memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Padahal kuncinya, “Bila Anda ingin sukses maka sukseskanlah orang lain!”
Andrew Carnegie, salah satu orang terkaya di dunia yang pernah ada, ditanya oleh seorang wartawan mengenai prinsip suksesnya. Beliau menjawab, “Gampang, untuk bisa menjadi kaya dan sukses terlebih dahulu Anda harus membuat karyawan kaya dan sukses!” Itulah mental sukses yang benar…

Bila kita hanya sibuk memperkaya diri dan hanya fokus pada diri sendiri tak bedanya kita dengan seorang bernama Qorun. Sibuk memperkaya diri, tak peduli dengan orang lain dan akhirnya hartanya ditenggelamkan oleh Sang Maha Kaya. Itulah sebabnya setiap temuan harta terpendam di bawah tanah sering disebut harta karun.
Mungkin Anda sudah pernah mendengar cerita ini, cerita tentang seorang petani juara yang selalu memenangi kompetisi. Petani ini sudah beberapa kali selalu menang dalam kompetisi hasil panen terbaik. Suatu saat seorang wartawan merekam kehidupan sehari-harinya, dari situ diketahui kebiasaan petani ini adalah memberikan bibit terbaik yang ia miliki kepada petani yang lain.

“Kenapa Anda memberikan bibit terbaik kepada petani yang lain? Bukankankah mereka adalah pesaing Anda?” tanya sang wartawan. Petani itu menjawab, “Benar, saya memberikan bibit terbaik kepada para petani agar mereka menanam dengan benih terbaik. Ketika mereka menanam dengan benih terbaik dan ketika serbuk sarinya tertiup angin dan menempel di tanaman saya maka saya memperoleh hasil yang terbaik pula.”
“Tetapi bila saya menyimpan benih yang saya punya dan membiarkan petani lain menanam dengan benih yang tidak berkualitas dan akhirnya serbuk sarinya terbang mengenai tanaman saya maka saya akan memperoleh hasil panen yang mengecewakan,” tambahnya.

Nah, Anda ingin sukses? Ingat-ingat kuncinya: “Sukseskanlah orang lain!”